Foto : Kejati Maluku dan Capjari Saparua selesaikan Kasus penganiayaan dengan keadilan restoratif |
Keputusan ini diambil setelah permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dalam perkara penganiayaan ringan (Pasal 351 ayat 1 KUHP) disetujui oleh Wakil Kejaksaan Tinggi Maluku, Dr. Jefferdian, pada hari ini melalui video conference.
Proses pengambilan keputusan tersebut juga dihadiri oleh sejumlah pejabat penting, termasuk Kabag TU Ariyanto Novindra, S.H., M.H., Koordinator Dr. Fajar, S.H., M.H., dan Kasi Oharda Hadjat, S.H. Permohonan diajukan oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua, Achmad Bhirawa Bissawab, S.H., M.H., yang turut serta dalam konferensi video bersama Direktur Oharda dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H.
Kasus ini melibatkan tersangka "DS", seorang ibu rumah tangga yang diduga melakukan penganiayaan terhadap korban "MM" di Negeri Haya, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Penganiayaan terjadi akibat kesalahpahaman yang dipicu oleh dugaan perselingkuhan korban dengan suami tersangka.
Setelah insiden tersebut, tersangka menyatakan penyesalan dan meminta maaf kepada korban. Kedua belah pihak yang bertetangga dekat akhirnya mencapai kesepakatan damai.
Secara yuridis, penghentian penuntutan ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, yang mengatur bahwa tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, kedua pihak telah berdamai, dan ancaman pidana dalam kasus ini kurang dari lima tahun penjara.
Dengan mempertimbangkan seluruh syarat yuridis yang diajukan oleh Cabjari Saparua, pihak Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kejati Maluku akhirnya menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Keputusan ini diharapkan dapat menjadi contoh penyelesaian konflik secara damai melalui dialog dan musyawarah, tanpa harus melalui proses hukum yang panjang. (Amy)