Foto : 11 kampung di pegunungan seram Utara Kabupaten Maluku Tengah tidak rasakan kemerdekaan
Malteng - Globaltimur.com - 79 tahun negara Indonesia telah bebas dari penjajahan dan perbudakan.
Negara Indonesia akan menuju Indonesia Emas di tahun 2045 nanti, namun hingga saat ini pemerataan pembangunan, pendidikan dan kesehatan belum terjawab.
Hal ini karena masih ada musuh dalam negeri ini yaitu Feodalisme, Kolonialisme, kapitalisme dan masih banyak musuh lainnya yang memiliki kepentingannya sendiri.
Inilah merdeka yang dirasakan oleh 11 negeri di daerah Pegunungan Seram Utara kabupaten Maluku Tengah, provinsi Maluku masih sangat jauh dari kata merdeka itu. Ungkap Eston Halamury Mahasiswa Seram Utara
Menurut Halamury" Mulai dari Negeri Huaulu, Roho, Kanike, Maraina, Manusela, Hatuolo, Elemata, Kaloa, Solea, Kabauhari, sampai ke Negeri Maneo rendah dengan berbagai keterbatasan dan keterbelakangan yang tidak diperhatikan pemerintah.
Pasalnya" Saya selaku Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Pemuda Pegunungan Seram Utara (GEMA PENU SETARA) sangat tahu dan merasakan apa yang dirasakan masyarakat pegunungan seram utara saat ini.
Lanjutnya" Sebagian besar di Huaulu mereka tidak tau apa itu merdeka dan pentingnya pendidikan itu karena mereka masih bertahan hidup dengan eksistensi adat istiadat mereka.
Tambahnya" Mata pencaharian dan cara bertahan hidup mereka masih bergantung di alam tapi Taman Nasional yang diurus oleh Balai Taman Nasional Manusela telah mengikis nilai adat dan budaya mereka serta membatasi mata pencaharian mereka.
Di katakan-nya pula" Pendidikan mereka juga masih sangat terbatas. Guru-guru PNS yang mengajar di SDN 330 Malteng juga hanya mengajar dalam 1 bulan 2x saja.
Lebih lanjut Halamury mengatakan" Di Huaulu ada Pustu tapi tidak ada pelayanan karena kurangnya tim medis.
Di Roho ada 3 bagian (Roho gunung, Roho lintas, Roho Pante), Roho gunung belum merasakan sepenuhnya kemerdekaan itu dan mereka di kepung oleh Taman Nasional Manusela, Roho lintas yang mempunyai sebuah Sekolah SMP negeri 113 Maluku Tengah tapi tidak ada bangunannya sehingga bisa berdampak ke pola pikir masyarakat setempat untuk tidak menyekolahkan anak mereka di sekolah ini. Ucap Halamury
Di Roho Pante mereka telah mengalami pencemaran lingkungan, belum menikmati air yang bersih dan udara yang segar akibat dari Limbah pabrik (Tambak udang). Tutur Halamury
Kata Halamury" Negeri Roho juga belum menikmati sentuhan dalam bidang kesehatan untuk pelayanan kesehatan.
Di kanike pula mereka masih merasa tertindas dan tidak menikmati hasil kunjungan dari luar yang naik ke gunung binaya Karena semuanya dikuasai oleh Balai Taman Nasional Manusela. Jelas Halamury
Sekolah Yayasan Dr J.B Sitanala juga belum berkembang semaksimal mungkin sehingga berdampak ke generasi emas kita yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Ungkapnya
Sekolah Yayasan ini juga tidak ada sosialisasi dari pengurus cabang ke setiap sekolah-sekolah yang dibawah naungan Dr J.B Sitanala khususnya di daerah pegunungan seram utara.
Kata Halamury" Kanike memiliki Polindes namun polindes tersebut sudah di diami oleh masyarakat setempat dengan alasan lokasi polindes tersebut belum dibayar oleh pemerintah negeri.
Selumena sebagai anak dusun dari negeri Manusela masih amat sangat jauh dari kata merdeka juga, karena tidak ada sekolah dan tidak ada polindes sehingga sangat berdampak bagi generasi yang akan datang, anak-anak di selumena hanya bersekolah di kanike.
Mereka juga dikepung oleh Taman Nasional Manusela namun mereka masih tetap bertahan hidup ditengah penindasan itu. Terang Halamury
Negeri Maraina juga belum merasakan kemerdekaan itu sendiri, Mulai dari pemerataan pembangunan, pendidikan dan kesehatan, Pembangunan sekolah yang harusnya mereka membawa bahan melalui jalan lintas kecamatan seram utara namun mereka terpaksa melintasi jalur seram selatan untuk membawa bahan-bahan pembangunan sekolah yang telah hancur akibat dari banjir yang terjadi pada tahun 2022 lalu.
Maraina juga belum ada polindes untuk melakukan pelayanan kesehatan, Sehingga Salah satu warga maraina (Tadius Ilela/ dievakuasi dari desa maraina ke pusat kecamatan dengan menempuh perjalan yang sangat jauh, Empat hari perjalan menuju pusat kecamatan, demi mendapatkan pelayanan kesehatan. Ulas Halamury
Begitu juga dengan Negeri Manusela yang negerinya masih kental dengan tradisi budayanya sehingga kehidupan masyarakat setempat juga masih tergantung di alam yang mereka nikmati, namun mereka telah di tindas dan dikepung oleh Taman Nasional Manusela juga.
Tambahnya" Di Manusela ada Pustu namun pelayanannya belum maksimal, hanya Biang kampong yang melakukan pelayanan kesehatan itu sendiri.
Begitu juga dengan pendidikan, Sekolah SD YPPK Manusela yang tidak mendapat perhatian penuh dari yayasan Dr J.B Sitanala berdampak pada generasi emas bangsa yang ada di negeri Manusela, sehingga kurangnya pengetahuan serta pendidikan yang bermutu dan berkualitas.
Negeri Hatuolo yang juga akan menghadapi persoalan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebagai salah satu perusahaan yang mungkin bisa saja menghancurkan alam sekitar dan beberapa desa sekitar.
Perkembangan pendidikan di Hatuolo juga masih dikatakan belum maksimal dikarenakan jarak tempuh sekolah sangat jauh sehingga alternatif masyarakat membangun sekolah jarak jauh sebagai cabang dari SDN 344 Maluku Tengah di negeri kaloa, Pelayanan kesehatan masih sangat jauh dari kata sempurna sehingga masyarakat setempat juga harus menempuh perjalanan ke kecamatan untuk melakukan pelayanan kesehatan.
Negeri elemata yang ada polindes juga namun jarang digunakan sebagai pelayanan dan penyuluhan kesehatan. Elemata akan hancur ketika dampak berdirinya PLTA di Hatuolo.
Dikarenakan elemata termasuk dari salah satu jalur perairan PLTA di Hatuolo. Begitu juga dengan Negeri kaloa dengan pendidikan yang minim serta pelayanan kesehatan yang belum aktif dikarenakan polindes masih dalam proses pembangunan.
Tidak jauh berbeda dari elemata yang akan hancur ketika berdirinya PLTA di Hatuolo akan terjadi. Negeri Kaloa sampai Maraina saat ini sangat membutuhkan akses jalan menuju daerah pegunungan seram utara bagian tengah.
Negeri Solea yang secara letak geografis, sangat dekat dengan pusat kecamatan seram utara juga masih jauh dari kata merdeka.
Solea juga sangat dekat dengan pemukiman Taman Nasional Manusela sekitar 2 Km, dan diduga negeri Solea termasuk dalam kawasan Hutan produksi, dengan alasan penolakan proses pembuatan sertifikat tanah karena pemukiman warga tersebut telah masuk dalam kawasan hutan produksi.
Di negeri Kabauhari juga tidak berbeda jauh dari negeri-negeri sebelumnya yang belum merasakan kemerdekaan itu.
Negeri Maneo juga demikian. 5 anak dusun maneo masih jauh dari kata sejahtera dan merdeka, Di kabailu belum ada polindes untuk pelayanan dan penyuluhan kesehatan.
Perkembangan pendidikan juga belum terarah karena terjadinya konflik sosial sehingga berdampak ke pendidikan, Perusahan batu pecah yang beroperasi di wilayah Maneo juga tidak menjamin kesejahteraan masyarakat setempat, Dikarenakan masyarakat setempat tidak menikmati akses jalan yang baik dari Negeri Waimusi menuju dusun Siahari sampai ke dusun Mausuane.
Di siahari juga juga tidak ada polindes, perkembangan pendidikan juga cukup baik, Dusun Mausuane yang pernah mengalami krisis pangan pada tahun 2018 hingga mengakibatkan salah satu warga meninggal dunia.
Demi pendidikan anak-anak dusun Mausuane berjalan kaki sekitar 7 Km menuju sekolah SDN 366 Malteng dan SMPN 110 Malteng yang terletak di dusun siahari, negeri Maneo.
Pengoperasian PT. Nusa Ina group yang berada di wilayah Maneo juga masih jauh dari kata mensejahterakan masyarakat Maneo, Negeri Maneo rendah mempunyai polindes namun tidak ada aktifitas pelayanan dan penyuluhan kesehatan, SD YPPK Maneo juga tidak berjalan dengan baik, Begitu juga dengan dusun maneo tinggi, ada polindes tapi tidak ada aktifitas pelayanan kesehatan. Tutur Halamury
Dikarenakan bangunannya sudah terbakar sejak tahun 2015 lalu. Pendidikan juga masih jauh dari kata berkualitas dan bermutu, Oleh karena itu kami selaku Mahasiswa dan pemuda pegunungan seram utara mengangkat suara dan meminta perhatian yang serius dari Pemerintah Kabupaten, Provinsi hingga Pusat.
Karena ini soal kemanusiaan dan masa depan bangsa Katong (kita) orang gunung balom (belum) rasa kemerdekaan itu. Pungkasnya (V374)